Selama 75 tahun sejak kemerdekaan, Indonesia telah berdiri sebagai bangsa yang merdeka. Namun, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tidak sejalan dengan usia negara. Meski fondasi negara sudah jelas tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila, praktik demokrasi kini semakin jauh dari cita-cita ideal.
Karakter bangsa yang dijunjung tinggi oleh para pendiri negara—yakni integritas dan kepedulian terhadap kepentingan bersama—tampak kian memudar. Nilai-nilai luhur itu tergerus oleh egoisme para pejabat yang lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan rakyat.
Pada masa pemerintahan Gus Dur, kebebasan berpendapat mendapat ruang ketika Kementerian Penerangan dihapus, dengan tujuan agar media dan masyarakat dapat menyuarakan kritik tanpa takut represi hukum. Sayangnya, kini kebebasan itu terancam oleh aturan yang cenderung mengekang, seperti UU ITE, yang sering digunakan untuk membungkam suara rakyat.
Peraturan yang dibuat tampak hanya menjadi tameng bagi penguasa yang mengabaikan aspirasi publik. Di era ini, perbedaan antara penguasa dan pengusaha kian kabur, dengan kepentingan bisnis yang sering kali mendominasi kebijakan negara.
Rasa frustrasi memuncak saat ketidakadilan semakin terlihat nyata, seolah rakyat berada dalam perbudakan modern yang terselubung dalam bingkai hukum. Meskipun penguasa dan pengusaha bersuka cita, rakyat tetap cerdas dan tidak tinggal diam menghadapi situasi ini.