Nusantara terkenal akan rempah-rempah yang berkualitas di kancah internasional, hal ini dikuatkan dengan banyaknya bangsa Eropa yang menjejaki bumi Nusantara pada abad ke 15 hingga abad ke 18 awal diantaranya Portugis, Spanyol, Belanda, Prancis dan Inggris dalam misi pencarian rempah-rempah, sejak kedatangan bangsa eropa ke Indonesia rempah mulai banyak diminati oleh penduduk dunia karena perdagangannya yang luas pada era itu.
Menurut Duke et. al rempah adalah tanaman bibit kering yang terdiri dari bagian batang, daun, kulit kayu, umbi, rimpang, akar, biji, bunga atau bagian-bagian tubuh tumbuhan lainnya. Hutan menjadi sumber dari kekayaan rempah yang ada di Nusantara dengan iklim tropis yang menyelimutinya membuat tumbuhan rempah dapat dengan mudah tumbuh, di sisi lain tanah nan subur juga dapat menjadi salah satu faktor tumbuhan rempah dapat berkembang dengan cepat.
Terdapat banyak sekali jenis-jenis rempah yang diekspor ke luar negeri diantaranya Lada, Cengkeh, Kayu Manis, Pala, Vanili, Jahe dan Kunyit. Lada yang dijuluki King of Spices menjadi rempah yang paling banyak diminati di pasar dunia sebagai bumbu dapur maupun penyedap rasa.
Terdapat 40 jenis Lada dapat ditemukan di penjuru Nusantara, meskipun begitu, jenis Lada yang banyak ditanam tergantung kepada daerahnya. Jenis Lada yang populer ada 2 yakni Lada hitam dan putih. Lada hitam dan putih memiliki fungsi utama yang sama yaitu sebagai bumbu dapur yang membedakan keduanya warna dan waktu pemanenannya. Lada hitam memiliki khas rasa yang kuat dan intens ketimbang Lada putih, namun harga Lada putih lebih mahal dibandingkan dengan Lada hitam karena produksi Lada putih lebih rumit mengakibatkan harganya lebih tinggi di pasaran.
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Pertumbuhan ekspor Lada pada kuartal I tahun 2020 menurun sebesar 0,36%. Periode tahun 2019, Indonesia menjadi salah satu pemasok Lada terbesar dalam pasar internasional dengan lebih dari 80% hasil Lada diekspor ke luar negeri dengan daerah penghasil Lada terbesar berada di Provinsi Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Tercatat lima negara eksportir Lada terbesar di dunia secara berurut yaitu Vietnam sebesar US$ 502,66 juta, Brazil US$ 178,62 juta, Indonesia US$ 116,08 juta, India US$ 79,89 juta, serta Jerman US$ 65,68 juta.
Hal ini berdasarkan penetapan standar kualitas hasil telah disesuaikan dengan standar nasional yaitu SNI. Dengan semakin meningkat dan berkembangnya peranan jaminan kualitas atau standardisasi kualitas hasil dalam pemasaran produksi perkebunan di masyarakat internasional, maka penerapan standarisasi kualitas hasil, terutama perkebunan rakyat kian dituntut untuk melaksanakan Standar Kualitas ISO 9000, ISO 14000, HACCP dan SPS sehingga dapat bersaing di pasar Internasional. Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mengeluarkan dua macam standar untuk komoditi Lada, yaitu Standar Mutu Lada Putih (SNI 01-0004- 1995) dan Standar Mutu Lada Hitam (SNI 01-0005-1995). Selain standar mutu Lada internasional dari ISO ada standar internasional yang dibuat oleh IPC (International Pepper Community) yaitu IPC WP1 dan IPC BWP2.
Dilansir dari laman Wikipedia.org Tanaman Lada tumbuh dengan bagus pada tempat dengan ketinggian mulai dari 0–700 m di atas permukaan laut (dpl). Penyebaran tanaman Lada sangat luas berada di wilayah tropika antara 200 LU dan 200 LS, dengan curah hujan dari 1.000-3.000 mm per tahun, merata sepanjang tahun dan memiliki hari hujan antara 110-170 hari per tahun, musim kemarau hanya 2-3 bulan per tahun. Kelembaban udara 63-98% selama musim hujan, dengan temperatur maksimum 35℃ dan temperatur minimum 20℃. Lada bisa tumbuh pada segala ragam tanah, terutamanya tanah berpasir dan gembur dengan unsur hara cukup, drainase (air tanah) bagus, tingkat kemasaman tanah pH 5,0-6,5.
Penanaman Lada Di Kalimantan Barat, terdapat di 14 Kabupaten/Kota. Menurut data BPS Kalimantan Barat rentang tahun 2017-2019 jumlah produksi mengalami penurunan pertahun sedangkan luas lahan mengalami peningkatan setiap tahunnya, dapat dilihat pada table di bawah:
No |
Tahun |
Luas Areal (ha) |
Produksi (ton) |
1 |
2017 |
10.367 |
5.499 |
2 |
2018 |
10.550 |
5.446 |
3 |
2019 |
10.627 |
4.970 |
Sumber: Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat.
Saat ini harga biji Lada putih di Kalimantan barat berkisar Rp. 50.000/kg dan cenderung mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir yang pernah tembus di harga Rp. 190.000/kg. Sehingga menjadi andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan petani. Solusinya memang harus diolah karena akan meningkatkan nilai tambah yang signifikan. Tantangannya pasar untuk produk olahan berupa lada bubuk harus stabil. Maksudnya pasarnya jelas terutama di pasar modern.
Teknologi budidaya Lada dan pasca panen dan pengolahan hasil telah tersedia, namun dalam rangka pengembangan secara meluas di masyarakat akan tanaman Lada serta untuk meningkatkan daya saing Lada, masih diperlukan dukungan berbagai penemuan kreatif teknologi terbaru yang dimulai dari pembibitan, perawatan, pemupukan serta kelembagaan yang lebih efektif dan efisien. Ketersediaan varietas Lada hibrida yang berproduktivitas tinggi, varietas Lada yang toleran atau adaptif terhadap dampak perubahan iklim, baik kekeringan maupun kelembaban yang tinggi sangat absolut diperlukan.
Petani Lada yang dijumpai sebagian besar merupakan petani miskin, karenanya perlu dibantu dalam permodalan cara kredit dengan persyaratan yang mudah dan berjangka panjang. Peran kelompok tani atau koperasi sangat diperlukan sebagai kelembagaan penyedia input, pemasaran hasil, penyedia kredit (pembiayaan) dan media penyuluhan, sehingga hasil-hasil penelitian yang dihasilkan dapat terdiseminasi dan teradopsi dengan baik. Untuk itu diperlukan percepatan penggunaan dan pengendalian teknologi dalam bentuk Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) tanaman Lada melalui demonstrasi plot (demplot) dan pembinaan pengolahan aneka produk dan menjaga kualitas hasil.
COMMENTS