Senin itu kita bertemu di pelantaran rumahmu, cuacanya panas terik dan dirimu keluar. Itulah kali pertama ku lihat dirimu, senyum semringah raut kebahagiaan tampak mesra menempel denganmu. Karena kebiasaanku berkendara, aku tidak terbiasa berbincang selama perjalanan, jadinya selama perjalanan hanya diam.


Sebenarnya hari itu aku tidak tau mau kemana kubawa dia jalan, berangsur waktu aku hanya memikirkan warung kopi yang sering kukunjungi semasa kuliah. Sesaat setelah kami duduk aku bingung gimana mulai pembicaraan, aku yang kaku orangnya karena ketemu orang baru, dia pun juga begitu. Beberapa saat aku memberanikan diri memulai pembicaraan, tak lain hanya tentang mengenal satu sama lain.


Bagaimana pun aku selalu menampilkan sisi dimana aku tidak peduli bagaimana orang menganggapku, inilah aku dengan diriku yang sebenarnya. Ada yang merasa illfeel dengan sikapku yang keanak-anakan adapula yang merespon baik. Dia satu-satunya.


Entah apa yang terjadi padaku malam itu, perasaanku yang ingin kupendam tak mampu lagi tertahan, kata-kata itu keluar begitu saja tanpa pikir panjang. Saat itu aku sedikit terenyuh mendengar jawaban yang bahkan aku belum siap mendengarnya. "Terlalu Cepat", singkat dan penuh makna.


Hingga saat ini aku tak terlalu memikirkan jawabannya, yang ada dalam benakku sekarang aku ingin bersamanya.