“Jika seseorang bepergian dengan tujuan mencari ilmu, maka Allah akan menjadikan perjalanannya seperti perjalanan menuju surga”

Nabi Muhammad SAW.
Sebagian besar siswa/i yang telah melaksanakan Ujian Nasional dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional ingin melanjutkan kuliah di universitas ternama namun kemampuan yang dimiliki tidak sejalan dengan keinginannya, sebenarnya apabila kita bertekad untuk kuliah masuk ke kampus lain juga sama tergantung bagaimana kita menjalani kehidupan kuliah, nama kampus besar karena mahasiswanya namun di zaman  sekarang ini mahasiswa besar dengan nama kampusnya.

Calon mahasiswa/i masih banyak yang bingung memilih jurusan kuliah yang tepat untuknya, jika kita berfikir secara rasional banyak wisudawan dan wisudawati yang bergelar sarjana memulai kerjanya tidak dibidang yang ditekuninya selama kuliah, karena kita kuliah hanya mempunyai 1 tujuan yaitu ingin memiliki gelar sarjana.

" Orang-orang besar tumbuh bersama keputusan-keputusan besar yang diambilnya. Bukan oleh kemudahan-kemudahan hidup yang didapatnya” 

Lenang Manggala, Founder Gerakan Menulis Buku Indonesia 

Nama besar kampus tidak akan menjamin pekerjaan bila nanti kita telah diwisuda berbeda dengan yang kedinasan. Hanya menjanjikan gelar, dari sini dapat kita simpulkan kuliah dikampus mana saja sama karena ujung - ujungnya kita juga akan bersaing dalam dunia kerja.

Mulailah berfikir bagaimana kita meningkatkan kualitas diri kita biarpun kita tidak kuliah di kampus ternama, karena yang dicari oleh perusahaan atau instansi adalah tenaga kerja yang memiliki kualitas pada bidang – bidang yang diperlukan bukan mereka yang lulus dari universitas ternama.

Dunia kampus jauh berbeda dengan bangku sekolah mulai dari SD sampai dengan SMA/SMK dikampus tidak ada sistem juara 1 atau 2, karena kadar kelulusan dihitung berdasarkan besar kecilnya IPK ( Indeks Prestasi Komulatif ) kita, mendapatkan IPK besar tidak lah mudah karena dosen memiliki berbagai tipikal yang berbeda – beda, kalo kita sudah tau bagaimana tipikal dosen maka untuk mendapatkan IPK itu akan sebaliknya.

”Engkau berpikir tentang dirimu sebagai seonggok materi semata, padahal di dalam dirimu tersimpan kekuatan tak terbatas”

Ali bin Abi Thalib KW. 
wildan mubaarak Kamis, April 25, 2019
Read more ...



Pesta Demokrasi Indonesia baru saja berlalu, dengan berbagai konflik yang terjadi mulai dari #2019ganipresiden lah atau #2019tetapjokowi kembali lagi kepada diri kita masing – masing mau memilih yang mana dengan tidak merendahkan pasangan yang tidak kita pilih, satu hal lagi jangan terlalu fanatik dengan yang kita pilih toh tuhan sudah menentukan takdir siapa yang bakal terpilih menjadi presiden Indonesia berikutnya.

Bicara tentang pemilu tidak sah jika kita tidak membahas tentang KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang telah bekerja keras dalam pemilu 2019 yang mana pemilu kali ini merupakan pemilu dengan tingkat kesulitan yang sangat rumit dimana kita memilih 4 perwakilan legislatif dan 1 perwakilan eksekutif yang akan menjalankan roda pemerintahan Indonesia 5 tahun kedepan, 4 perwakilan legislatif yaitu perwakilan DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kab, dan DPD dari masing – masing partai yang mengusung calonnya serta perwakilan eksekutif yaitu Presiden dan Wakil Presiden.

Menilik lebih dalam lagi bahwa pemilu merupakan kontestasi demokrasi dimana para calon legislatif maupun eksekutif menyalonkan diri kepada masyarakat dengan menawarkan programnya masing – masing, apakah program yang ditawarkan menjanjikan ? tentu kita bisa menilainya sendiri dengan rasional dan selektif. Program yang ditawarkan kurang tersosialisasi dengan baik, yang lebih ironinya lagi calon – calon yang berkampanye banyak yang masih mengatasnamakan idetintas terkhusus calon legislatif.

Politik identitas merupakan hal yang kurang etik, dari mulai mengatasnamakan agama, suku, dan sebagainya. Hal tersebut dapat memicu perpecahan dikalangan masyarakat dan untuk masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dengan hal yang berbau politik identitas cukup bantah penyataan – pernyataan yang berbau politik identitas tanpa berbuat anarkis, bisa saja ketika kita berbuat anarkis calon yang terkena impas anarkisme kita melapor pada pihak berwajib dengan dalih kekerasan.

Berpolitik harus dengan sehat dan akal sehat agar kita tidak membenturkan kelompok – kelompok masyarakat

wildan mubaarak Minggu, April 21, 2019
Read more ...

Apakah kotak suara yang sekarang efektif untuk meminimalisir dana APBN yang dikeluarkan ?, tentu ini menjadi pertanyaan yang paling mendasar yang ada dibenak kita melihat bahan yang dipakai adalah kardus, memang kita harus optimis melihat keputusan yang diambil oleh Komisi Pemilihan Umum atau disingkat KPU, namun kita juga harus melihat resiko yang dapat terjadi apabila terkena hujan dan kotak suara ini tidak akan bertahan lama dibandingkan dengan kotak suara yang terbuat dari bahan besi atau alumunium.

Menurut saya pribadi ini tidaklah efektif karena kardus ialah bahan yang mudah rusak apabila terkena air dan hanya memboros APBN kita, kardus yang notabenenya dipakai untuk membungkus paket atau produk yang sifatnya banyak, digunakan untuk kotak suara pada pemilu 2019.
Entah apa yang ada didalam benak KPU saat itu, jika kita bandingkan dengan kotak suara yang terbuat dari besi atau alumunium itu akan tahan terhadap air dan jangka pakai waktunya sangat panjang dengan begitu pula dapat anggaran menghemat belanja Negara dalam pengelolaan APBN. Tindakan seperti ini wajib menjadi bahan dievaluasi oleh KPU dalam menyelenggarakan pemilu yang akan datang.

Akhir – akhir ini sering terdengar berita bahwa beberapa lokasi TPS ( tempat pemungutan suara ) banyak yang mengeluhkan bahwa kotak yang terbuat dari kardus tersebut rusak dan tidak bisa dipakai lagi, lalu apakah tindakan KPU selanjutnya untuk mengganti kotak suara yang rusak tersebut ? dibuang atau produksi ulang ? tentu salah satu opsi tersebut mengeluarkan anggaran kembali dimana akan diproduksi ulang kembali, bayangkan saja jika ada 200 TPS yang surat suaranya rusak berapa anggaran yang dikeluarkan Negara ? tentu sangat banyakkan. 

Yang seharusnya anggaran dapat digunakan untuk kepentingan Negara dalam hal lain yang belum terpenuhi.

Namun menurut Detik.com bahwa kotak suara berbahan karton hanya membutuhkan biaya seperempat atau 25 persen dari pagu anggaran kotak suara. Dari Rp 948 miliar, KPU hanya menggunakannya sebesar Rp 284 miliar. Dengan kata lain, KPU telah melakukan penghematan produksi kotak suara sebesar 70,3 persen.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kotak Suara Berbahan Karton Menghemat Anggaran Hingga 70,3 Persen", https://nasional.kompas.com/read/2018/12/18/01483991/kotak-suara-berbahan-karton-menghemat-anggaran-hingga-703-persen.
Penulis : Fitria Chusna Farisa
Editor : Sabrina Asril

Saran saya sebagai penulis alangkah baiknya jika kita menggunakan kotak suara yang lama tinggal dipoles sedikit dan itu sangat signifikan dalam penghematan anggaran yang dikeluarkan untuk kotak suara saat pemilu.

wildan mubaarak Selasa, April 16, 2019
Read more ...