Sentuhan Kecil Menjadi Perih yang Panjang



Pernahkah kita secara tidak sadar menyakiti diri kita dalam kehidupan sehari-hari, kondisi psikologis ini dikenal dengan Body-Focused Repetitive Behaviors (BFRB). Berbeda dengan Self-Harm, BFRB adalah perilaku merusak tubuh yang terjadi secara otomatis dan tanpa niat untuk melukai diri, biasanya sebagai respons kebiasaan atau stres ringan, sedangkan self-harm adalah tindakan menyakiti diri yang dilakukan dengan sengaja untuk meredakan tekanan emosional.

Banyak dari kita yang belum populer dengan istilah ini, padahal perilakunya cukup sering terjadi di sekitar kita, bahkan mungkin kita pernah melakukannya tanpa sadar. Contoh yang paling umum adalah mencabut rambut, menggaruk atau mengupas kulit hingga luka, dan menggigit kuku secara berlebihan. Sekilas, perilaku ini terlihat seperti kebiasaan biasa yang bisa dihentikan kapan saja. Namun kenyataannya, bagi sebagian orang, kebiasaan ini muncul tanpa mereka sadari dan sulit sekali dikendalikan.

Salah satu alasan mengapa BFRB sering tidak dipahami adalah karena masyarakat cenderung menganggapnya sebagai perilaku yang bisa dihentikan dengan kemauan. Banyak penderita justru merasa disalahkan atau dianggap aneh, padahal mereka sendiri juga bingung mengapa sulit menghentikannya. Akibatnya, tidak sedikit orang yang memilih menyembunyikan perilakunya karena merasa malu atau takut dinilai negatif oleh orang lain.

BFRB bisa memberikan dampak yang cukup serius. Secara fisik, seseorang bisa mengalami kerusakan pada kulit, rambut, atau bagian tubuh lain akibat tindakan berulang tersebut. Rambut bisa menjadi tipis, kulit bisa terluka, bahkan lebih parahnya muncul risiko infeksi. Secara emosional, penderitanya sering merasa bersalah, frustasi, atau kehilangan kepercayaan diri karena tidak mampu mengontrol kebiasaan yang mereka lakukan.

Penyebab BFRB sendiri tidak sederhana. Faktor stres, kecemasan, atau tekanan emosi sering menjadi pemicu utama. Selain itu, ada juga faktor biologis yang membuat tubuh seseorang lebih sensitif terhadap dorongan tertentu. Tidak jarang, kebiasaan ini mulai muncul sejak masa remaja, yaitu saat seseorang sedang mengalami banyak perubahan fisik maupun emosional.

Meski demikian, kondisi ini bisa diatasi. Dengan beberapa cara yang dapat membantu mengurangi perilaku BFRB. Salah satu metode yang cukup efektif adalah Habit Reversal Training, yaitu latihan untuk mengenali situasi pemicu dan mengganti perilaku tersebut dengan aktivitas lain yang lebih aman. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau Terapi Perilaku Kognitif juga membantu penderita memahami pola pikir dan emosi yang memengaruhi perilaku tersebut. Selain itu, teknik seperti meditasi dan latihan pernapasan dapat membantu meredakan stres yang sering menjadi pemicu BFRB.

Yang tidak kalah penting adalah dukungan dari lingkungan sekitar. Penderita BFRB membutuhkan pemahaman, bukan kritik. Ketika mereka merasa diterima dan didukung, proses pemulihan akan menjadi lebih mudah. Stigma yang masih melekat pada gangguan psikologis membuat banyak penderita enggan mencari bantuan, padahal bantuan profesional bisa memberikan perubahan besar. Secara keseluruhan, BFRB adalah kondisi yang nyata dan perlu dipahami dengan serius.

Menganggapnya sebagai kebiasaan buruk hanya akan membuat penderita merasa semakin tertekan. Dengan mengenali gejala dan memahami penyebabnya, kita dapat membantu orang terdekat—atau mungkin diri sendiri—untuk mendapatkan bantuan yang tepat. Semakin banyak orang mengetahui tentang BFRB, semakin besar pula harapan bagi para penderita untuk menjalani hidup dengan lebih nyaman dan percaya diri.

Tidak ada komentar: