Banyak terjadi kejadian yang tidak berkenan di hati kita baik itu secara individual maupun kelompok. Hal ini didukung dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dan penyampaian berita, hanya dengan layar smartphone kita dapat dengan cepat mengetahuinya. Namun, ada beberapa berita yang tersampaikan mempunyai makna dan tujuan yang berbeda khusunya melalui media sosial, ada saja oknum yang tidak bertanggungjawab menyampaikan beritanya dengan klise, contohnya potongan video atau foto dengan disertai dengan narasi yang memprovokasi suatu kelompok atau individu.

Seseorang yang sudah tersulut emosi akan lebih mudah percaya dan membenarkan berita yang dibacanya, hal ini dapat terjadi karena ketidakmampuannya dalam mengontrol emosi atau saja berita yang dibacanya berkaitan dengan dirinya atau kelompoknya. 

Pada era posttruth ini kita melihat bahwasannya seseorang cenderung mempercayai penyampaian berita oleh satu akun media sosial di mana sumber beritanya saja masih belum tau darimana dan masih bersifat simpang siur. Satu hal yang perlu kita ketahui sebelum membenarkan suatu berita yaitu dengan melakukan cross-check terlebih dahulu darimana asal berita tersebut dan bagaimana dengan di media lainnya, tentu ini akan menghindarkan kita dari yang namanya penyebaran hoax atau disinformasi. Hoax dan disinformasi merupakan penyebab terjadinya miskomunikasi, dimulai dari media sosial berujung pertikaian antar kelompok atau individu.

Kasus seperti ini rentan terjadi pada wilayah dengan masyarakat yang memiliki berbagai perbedaan budaya, suku dan agama di dalamnya, apalagi kurangnya edukasi mengenai saling menghargai perbedaan. Manusia pada dasarnya diciptakan sama, hanya saja yang membedakannya yaitu perlakuannya terhadap manusia yang lainnya. Mari bersama kita menjaga kerukunan di dalam perbedaan, jangan mudah terprovokasi dan saling mengingatkan dalam kebajikan.