Kenapa dengan negeri ini ? 

Melihat belakangan ini DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) sedang gencar-gencarnya mengesahkan beberapa RUU dan merevisi UU di akhir-akhir jabatannya. Tentu saja menjadi tanda tanya besar apakah DPR hanya gencar mengesahkan UU di akhir, kemana mereka selama 5 tahun belakangan ini, menghilangkah mereka ? menurut data dari idntimes.com jumlah UU yang disahkan DPR RI dari tahun ke tahun sebagai berikut :

1.      2015 ada 40 RUU yang masuk Prolegnas (program legislasi nasional). Dari jumlah itu, baru 17 RUU yang berhasil disahkan menjadi UU, dengan rincian tiga RUU prioritas dan 14 RUU kumulatif.
2.      2016, anggota DPR berhasil mengesahkan 19 RUU menjadi UU dari total 40 RUU yang dibahas. Dari jumlah itu, 10 adalah RUU prioritas dan 9 RUU kumulatif.
3.      2017, terdapat 49 dan kemudian ditambah 3 hingga total 52 RUU yang masuk prolegnas. Namun dari jumlah itu, DPR baru berhasil mengesahkan 17 RUU menjadi UU, dengan rincian enam RUU prioritas dan 11 RUU kumulatif.
4.      2018, RUU yang masuk prolegnas total 49. Namun dari jumlah itu, DPR hanya berhasil mengesahkan 10 RUU menjadi UU, dengan rincian 4 UU prioritas dan 6 kumulatif.

Dan pada tahun 2019 ini menurut data dari Kompas.Com terdapat 43 RUU lama yang belum selesai pembahasannya serta 12 usulan RUU baru. 

Dari 12 RUU baru itu, pemerintah mengusulkan 4 RUU, DPR mengusulkan 7 RUU, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengusulkan 1 RUU. "Sekarang dari 43 RUU itu sudah 18 RUU yang pembahasan tingkat I. Kan belum selesai. Nah mudah-mudahan 18 RUU ini bisa selesai," kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas usai memimpin rapat.

Kita melihat kinerja DPR pada tahun 2018 paling sedikit mengesahkan RUU,  dari 45 RUU yang masuk Prolegnas (Proses Legislasi Nasional) DPR hanya mengesahkan 10 RUU saja dengan rincian ada diatas. Pada tahun 2019 juga menjadi sorotan publik dimana masa akhir jabatan DPR sampai 30 September 2019 dan pada masa-masa akhir jabatannya DPR kerap kali mengesahkan UU, di antaranya UU Pekerja Sosial, Revisi UU Perkawinan, Revisi UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), UU tentang Sumber Daya Air, dan Revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Tribunnews.Com).

RUU KPK menjadi UU yang menuai banyak kontroversi. Dalam pembahasannya yang terbilang terburu-buru anggota DPR dinilai telah memangkas beberapa kewenangan dan melemahkan KPK, tentu ini menjadi polemik kita bersama dengan tidak membiarkan korupsi semakin merajalela dan menjadikannya hal yang wajar untuk pejabat pemerintahan, ini membuat kita kebal terhadap kejahatan dengan mewajarkan hal yang tidak bisa ditolerir dimana korupsi merupakan kejahatan besar yang dapat merugikan Negara dan rakyat. Dengan kata lain jika kita membiarkannya begitu saja Negara ini akan hancur jika korupsi dan koruptor kita biarkan dengan enaknya mengambil uang Negara dan hukuman yang tidak setimpal dengan tindakannya.

Saya pribadi tidak menilai DPR sebagai wakil rakyat, mereka hanyalah orang-orang yang berkerja atas mengemis suara dan uang rakyat. Duduk di senayan membuatnya melupakan tujuan utama mereka yang bekerja untuk rakyat, justru mereka bekerja untuk perut mereka masing-masing.


“ Jangan biarkan mereka merampas hak kita seenaknya, hentikan mereka dengan kata ‘LAWAN’”

-pensiunangrabbike